Proses Terbentuknya Pengetahuan Baru Matematika

No comments
Proses terbentuknya pengetahuan baru (khususnya dalam matematika) diyakini sebagai hasil dari suatu rangkaian proses yang diperkenalkan Dubinsky sebagai ActionProcess-Object-Schema (APOS).  Object yang telah tersimpan dalam memori seseorang sebagai pengetahuan akan diproses manakala terjadi action yang diakibatkan adanya stimulus tertentu. Proses ini dijelaskan oleh Tall (1999) melalui diagram seperti di bawah ini.

    APOS Theory adalah sebuah teori konstruktivis tentang bagaimana seseorang belajar suatu konsep matematika. Teori tersebut pada dasarnya berlandaskan pada hipotesis tentang hakekat pengetahuan matematik (mathematical knowledge) dan bagaimana pengetahuan tersebut berkembang. Pandangan teoritik tersebut dikemukakan oleh Dubinsky (2001, h.11) yang menyatakan, An individual's mathematical knowledge is her or his tendency to respond to perceived mathematical problem situations by reflecting on problems and their solutions in a social context and by constructing mathematical actions, processes, and objects and organizing these in schemas to use in dealing with the situations.

    Istilah-istilah aksi (action), proses (process), obyek (object), dan skema (Schema) pada hakekatnya merupakan suatu konstruksi mental seseorang dalam upaya memahami sebuah ide matematik. Menurut teori tersebut, manakala seseorang berusaha memahami suatu ide matematik maka prosesnya akan dimulai dari suatu aksi mental terhadap ide matematik tersebut, dan pada ahirnya akan sampai pada konstruksi suatu skema tentang konsep matematik tertentu yang tercakup dalam masalah yang diberikan.

    Aksi adalah suatu transformasi obyek-obyek mental untuk memperoleh obyek mental lainnya. Hal tersebut dialami oleh seseorang pada saat menghadapi suatu permasalahan serta berusaha menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Seseorang dikatakan mengalami suatu aksi, apabila orang tersebut memfokuskan proses mentalnya pada upaya untuk memahami suatu konsep yang diberikan. Seseorang yang memiliki pemahaman lebih mendalam tentang suatu konsep, mungkin akan melakukan aksi yang lebih baik atau bisa juga terjadi bahwa fokus perhatiannya keluar dari konsep yang diberikan sehingga aksi yang diharapkan tidak terjadi.

   Ketika suatu aksi diulangi, dan kemudian terjadi refleksi atas aksi yang dilakukan, maka selanjutnya akan masuk ke dalam fase proses. Berbeda dengan aksi, yang mungkin terjadi melalui bantuan manipulasi benda atau sesuatu yang bersifat kongkrit, proses terjadi secara internal di bawah kontrol individu yang melakukannya. Seseorang dikatakan mengalami suatu proses tentang sebuah konsep yang tercakup dalam masalah yang dihadapi, apabila berpikirnya terbatas pada ide matematik yang dihadapi serta ditandai dengan munculnya kemampuan untuk membicarakan (to describe) atau melakukan refleksi atas ide matematik tersebut. Proses-proses baru dapat dikonstruksi dari proses lainnya melalui suatu koordinasi serta pengaitan antar proses.

   Jika seseorang melakukan refleksi atas operasi yang digunakan dalam proses tertentu, menjadi sadar tentang proses tersebut sebagai suatu totalitas, menyadari bahwa transformasi-transformasi tertentu dapat berlaku pada proses tersebut, serta mampu untuk melakukan transformasi yang dimaksud, maka dapat dinyatakan bahwa individu tersebut telah melakukan konstruksi proses menjadi sebuah obyek kognitif. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa proses-proses yang dilakukan telah terangkum (encapsulated) menjadi sebuah obyek kognitif. Seseorang dapat dikatakan telah memiliki sebuah konsepsi obyek dari suatu konsep matematik manakala dia telah mampu memperlakukan ide atau konsep tersebut sebagai sebuah obyek kognitif yang mencakup kemampuan untuk melakukan aksi atas obyek tersebut serta memberikan alasan atau penjelasan tentang sifat-sifatnya. Selain itu, individu tersebut juga telah mampu melakukan penguraian kembali (de-encapsulate) suatu obyek menjadi proses sebagaimana asalnya pada saat sifat-sifat dari obyek yang dimaksud akan digunakan.  Sebuah skema dari suatu materi matematik tertentu adalah suatu koleksi aksi, proses, obyek, dan skema lainnya yang saling terhubung sehingga membentuk suatu kerangka kerja saling terkait di dalam pikiran atau otak seseorang.

    Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang penjelasan teori APOS di atas, berikut kita pandang sebuah konsep fungsi sebagai contoh. Seseorang yang belum mampu menginterpretasikan suatu situasi sebagai sebuah fungsi kecuali memiliki sebuah formula tunggal serta mampu menentukan nilai fungsi tersebut, dapat dinyatakan telah memiliki kemampuan untuk melakukan aksi atas fungsi tersebut. Dengan kata lain, individu tersebut telah memiliki suatu konsepsi aksi dari sebuah fungsi.

    Seseorang yang telah memiliki konsepsi proses tentang sebuah fungsi, berarti telah mampu berpikir tentang masukan yang bisa diterima, memanipulasi masukan tersebut dengan cara-cara tertentu, serta mampu menghasilkan keluaran yang sesuai. Selain itu, pemilikan konsepsi proses juga bisa meliputi kemampuan untuk menentukan balikan atau komposisi fungsi-fungsi yang diberikan. Indikator bahwa seseorang telah memiliki konsepsi obyek suatu fungsi adalah telah mampu membentuk sekumpulan fungsi serta mampu melakukan operasi-operasi pada fungsi-fungsi tersebut. Sementara indikator bahwa seseorang telah memiliki suatu skema tentang konsep fungsi, adalah mencakup kemampuan untuk mengkonstruksi contoh-contoh fungsi sesuai dengan persyaratan yang diberikan.

    Kalau proses pembentukan schema disepakati seperti uraian di atas, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana proses pembelajaran berpikir matematik harus dilakukan sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal. Salah satu landasan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut antara lain adalah teori Zone of Proximal Development (ZPD) dari Vygotsky seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya.

No comments :

Post a Comment